Senin, 11 April 2011

Di Ujung Senja Nanti

Sore tadi, aku terhenti di tepi sebuah jalan yang masih sibuk dengan urusan manusia. Saat rinai gerimis membias cahaya matahari, membentuk pelangi. Waktu seakan sengaja memperlambat langkahnya, mempertemukan mataku dengan pelangi yang perlahan terkikis merah langit senja. Sejenak, aku tak peduli bagaimana dunia.

Malam ini kurebahkan tubuh lelahku, pejamkan mata, tak ada yang kulihat selain hitam. Telingaku hanya penuh dengan lirih nyanyian hujan yang menenggelamkan.

Tiba-tiba terlintas dalam kepalaku, kubayangkan kau yang sedang mencintaiku, dan aku yang mungkin juga mencintaimu, sedang saling tersenyum berbagi tawa.

Lalu kubayangkan, karena suatu sebab, kecelakaan atau entah apa, kau yang mungkin kucintai harus kehilangan kedua matamu. Tak ada yang dapat kau lihat selain hitam, selain kelam. Tidak juga aku. Maka tak ada lagi saling tersenyum, tak ada lagi saling tawa, yang ada hanyalah aku yang sesekali melihatmu tersenyum, melihatmu tertawa.

Dan entah karena apa, kuputuskan memberikan kedua mataku untukmu. Lalu dengan sebuah operasi yang entah bagaimana, kedua mataku terpasang di rongga matamu. Maka aku tak lagi dapat melihat apa selain hitam, selain kelam.

Perlahan, kau yang mungkin kucintai dapat kembali melihat dunia, dengan kedua mataku, sampai kapanpun kau mau atau hingga kau tak lagi mampu. Suatu sore kau dapat melihat pelangi, kau dapat melihat senja, atau kau dapat juga terus melihatku yang tak lagi mampu untuk melihatmu atau sesuatupun itu.
Bila kau mau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar