Jumat, 31 Agustus 2012

Sisa

hujan baru saja reda
dedaunan basah
bebatuan basah
jalanan basah
kursi taman basah
kedua mata lelaki itu basah

Minggu, 10 Juni 2012

kebahagiaan, nona?!

malam tetap akan larut, meski senja ditatapi hingga bertekuk lutut.


sebuah kursi taman lebih dingin dari kesendirian, jika setiap ramai yang ada menyebabkan kesepian.
tak ada yang ingin kuajak bicara malam ini, selain nona yang tak duduk di sebelahku menemani kursi taman yang kesepian ini.


dalam anganku sang nona tersenyum dan lalu bertanya, memecah kebekuan antara aku dan kursi taman;
"menurutmu, bagaimanakah kebahagiaan?!"


"entahlah, nona, tidakkah kau salah bertanya akan kebahagiaan kepadaku?!


namun lihatlah, bebunga yang siang tadi begitu ceria bermandikan cahaya matahari, malam ini menjadikan rembulan sebagai lelayang dengan sinarnya sebagai benang.


namun perhatikanlah, kunang-kunang yang tak pernah terlihat di siang hari, apakah mereka terpaksa harus bersembunyi?! malam ini tak cemas terbang riang, sebab kelam malam membuatnya terang.


pertanyakanlah, nona, menurutmu apakah siang dan malam saling bermusuhan?! tidakkah siang yang membuat malam ada, dan sebaliknya?!
kupikir siang dan malam adalah kawan akrab yang saling membutuhkan."


lalu aku berhenti menjawab pertanyaan sang nona dan berucap pada kursi taman yang kesepian, "tanpa membutuhkan banyak penjelasan, kebahagiaan seharusnya  dengan mudah dirasakan."



oh, Tuhan, betapa manusia terkadang tak cukup mampu bersyukur serupa banyak makhluk-Mu lainnya.





oh, nona, jika kau memang ada, berkenankah luruhkan jenuhku, 
ajak aku berjalan-jalan, menjauh dari masa lalu.

Senin, 13 Februari 2012

Surat Yang Hanya Untukmu, Sayang

bandung, 13 februari 2012


selamat senja, sayang..

aku membayangkan kau dan aku sedang duduk berdua di tepi telaga.
lihatlah, sayang, setiap hari waktu terbakar dan memerah di langit barat sana.
aku tak akan pernah bosan dan keberatan berada di sampingmu seperti ini, sekedar duduk bersebelahan, memperhatikan waktu terbakar hari demi hari, hingga habis seluruh tak lagi tersisa di bumi.

namun itu hanya bayangan, sayang . tak ada telaga, tak ada juga kau. hanya ada aku, juga waktu yang tak mampu henti terbakar meski aku bersikeras hanya mau melihatnya saat sedang bersamamu.


bila kini kau pun sendiri, mengapa kita tak bersama saja, sayang,
apakah kesendirian kini sudah berubah menjadi jauh lebih baik dibanding aku?!
sebab pernah kau begitu benci akan kesendirian, saat kau begitu cinta akan aku.

bila kau lelah menyelusuri hati demi hati, mengapa tak padaku saja kau berhenti, sayang,
apakah hatiku kini sudah menjadi tak cukup layak untuk kau menetap dan tinggali?!
sebab pernah kau merajuk manja, agar di hatiku hanya ada kau saja.

bila kau bosan dipermainkan cinta, mengapa tak kau temui aku saja, sayang,
apakah aku kini hanyalah anak tak tau apa-apa yang hanya butuh disenangkan saja?!
sebab pernah kau mengajariku lebih dewasa, dengan pergimu yang hanya tersisa cinta.


mengapa kau tak kembali saja, sayang,
mari bertemu serupa dua orang yang tak saling mengenal,
dan kembali mulai berkenalan.


kemudian bila aku yang begitu mengenal kesendirian ini tak pernah menjadi cukup pantas untuk menggantikan kesendirianmu, bila aku yang pernah kau tinggalkan ini tak pernah menjadi cukup dewasa untuk mengimbangi kedewasaanmu, bila aku yang hanya memiliki hati satu ini tak pernah menjadi cukup nyaman untuk kau tinggali, maka cukuplah bagiku untuk kita kembali saling mengenali.

sebab untuk apa dipaksakan, sayang, bila ternyata kau tak akan bahagia bersamaku, bagaimana mungkin aku mampu bahagia dengan keadaan itu.


maka baiklah, sayang, bila memang suatu saat hal itu yang harus terjadi,
bila memang kita tak mampu bersama untuk bahagia,
mari bersama-sama kita menyerah saja.




ini aku, entah siapamu,
seorang yang belajar untuk sadar diri.

Selasa, 28 Juni 2011

28 Juni 2011

Terkadang aku tak dapat membendung keinginan untuk bertanya-tanya akanmu tumbuh dan tambah dalam kepalaku, meski aku tau akan kembali tak mendapati jawaban atas semua itu. Terkadang seperti itu, atau seringkali, entahlah. Seperti juga malam ini.

Hei, bagaimana keadaanmu di sana?! Bagaimana kabar ibumu itu, nenekmu, ayahmu, kakakmu yang tahun lalu kau bilang akan menikah, bagaimana kabar semua yang seringkali kau ceritakan padaku dulu?! Pernah kudengar tempat tinggal keluargamu akan berpindah, benarkah?! Bila benar, mungkin aku benar-benar tak lagi bisa sengaja menemukanmu.

Lalu bagaimana kabar hatimu, siapa yang kini kau temui dalam hari-harimu di sana?! Hatiku mungkin masih seperti dulu; entah apakah indah atau masih seringkali salah, entah apakah nyaman atau masih seringkali mencari aman, yang aku tau pasti, di dalamnya ada kau seringkali kutemui. Kau yang seringkali kuajak bicara sendiri saat waktu mulai terlalu sepi.

Lalu bagaimana denganmu, sudahkah menemukan ia yang selalu mau ada untukmu, di saat kau perlu ataupun kau mau, ia yang selalu berharap dapat bersamamu bahkan di saat kau sedang tak ingin bersamanya?!

Kuharap akan ada seseorang yang tak rela membiarkanmu merasa kesepian, yang akan selalu ada untuk kau ajak sekedar bicara selama ia masih terjaga. Seseorang yang juga membuatmu merasa kesepian tanpanya.

Kuharap akan ada seseorang yang mau bersusahpayah memberimu sekedar kejutan kecil untuk menyenangkanmu, hal-hal sederhana yang tak semua orang mau melakukannya. Seseorang yang juga kau anggap istimewa.

Kuharap akan ada seseorang yang akan merasa khawatir saat kau terpaksa tak berada di dekatnya, seorang yang merasa perlu
untuk sekedar memastikan kau telah sampai di tujuanmu. Seseorang yang juga kau merasa khawatir atasnya.

Kuharapkan seseorang yang terbaik untukmu, maka carilah, carilah seorang yang mencintaimu dengan cara yang kau mau, yang mungkin tak seperti caraku.



Malam ini aku tak dapat juga tidak bertanya-tanya, masihkah ada angka umur hidupmu yang akan kembali singgah kepadaku?!
Mungkinkah ada, meski sekedar singgah dan tak juga tinggal, kekasih?!

Kini aku membayangkan sesuatu yang mungkin indah untukmu;
Suatu pagi di hari minggu cerah jauh dari hari ini, kita kembali duduk bersama di kursi sebuah beranda rumah, menikmati secangkir teh, berbincang, tersenyum, tertawa begitu bahagia, sambil memandangi anak-anak yang sedang berlarian di halaman. Anak-anak masing-masing kita.


Selamat berulangtahun, kekasih.
Sebagai hadiah untukmu, aku hanya bisa memberimu bayanganku itu,
semoga menjadi bayangan yang cukup indah untukmu.

Sabtu, 25 Juni 2011

25 Juni 2011

apa yang aku tak dapat melihat, apa yang aku tak dapat tau?!
satu yang aku tak yakin, adalah isi hatimu.

pernahkah kau mau tau bahwa aku sempat ingin membencimu,
meski hingga kini sedetikpun itu tak mampu terjadi.

pernahkah kau mau tau bahwa semua tentang kita
sempat kurasakan terbangun sia-sia,
Meski hingga kini aku tetap saja menggenggam asa.

pernahkah kau mau tau bahwa aku mulai merindukanmu
setelah aku kembali menemukan diriku sejak merasakan kehilanganmu,
hingga kini

pernahkah kau mau tau bahwa saat kau tak lagi bersusahpayah
untuk tak mengingatku
hari-hariku masih saja dipenuhi dirimu.

pernahkah kau mau tau bahwa aku tetap saja menunggu
dan berharap kembalimu,
meski entah kini berada di mana hatimu.

mungkin kau pernah mau tau semua yang terjadi padaku setelah pergimu itu,
dan kini, tidak lagi.

Rabu, 22 Juni 2011

22 Juni 2011

Aku berdiri di tepi jalan, kau berdiri di tepi jalan. Aku atau kau yang menyebrang, kita berada di dua jalan di kota berbeda.

Lalu kita berjalan mungkin dengan arah yang sama, mungkinkah kita bertemu pada ujung jalan yang sama?!

Kemudian kau mengatakan, “Setujuan tak berarti harus bergenggaman tangan, mungkin kita bertemu di ujung jalan.”

Katakan, apakah aku terlalu buta untuk menggenggam tangan dan berjalan di sisimu?!
Bila aku terlalu buta untuk berjalan bersamamu, tidakkah kau akan mau meminjkamkan mata selama mencintaiku?!

Katakan, ataukah aku terlalu lamban untuk menggenggam tangan dan berjalan di sisimu?!
Bila aku terlalu lamban untuk berjalan bersamamu, tidakkah kau akan mau mendorongku atau selaraskan langkahmuselama mencintaiku?!

Kini kita berjalan mungkin dnegan arah yang sama tanpa bergenggaman tangan. Aku tak pernah merasa cukup pantas untuk tiba di tujuan.

Lalu bila kini aku bertanya padamu, kapan terakhir kali kau benar-benar mencintaiku, bagaimana kau akan menjawabnya, kekasih?!

Sabtu, 18 Juni 2011

18 Juni 2011

Kau ingat, kekasih?! Dulu kita sering bermain adu mata, siapa mengedip lebih dulu, ia yang kalah. Malam ini aku bermain dengan bulan.

Kugantikan matamu itu dengan bulan, agar kini aku tak pernah menang, agar kini kau tak pernah kalah. Bila kau tau, mungkin kau senang.

Terkadang aku mengangankan bermain adu mata dan berbincang denganmu di bawah terang sinar bulan. Aku ingin tau akan seiri apa bulan memandangi kita.

Namun itu hanya angan, serupa angin. Karena kini hanya ada aku yang memandangi matamu pada bulan. Tak ada kau, tak ada bincang, tak ada yang iri.

Lalu bulan tak pernah sekalipun kulihat cukup sedih hingga meneteskan airmatanya memandangiku begitu sendiri, seperti juga matamu.

Atau entah apa yang bulan rasakan. Bila ia tersadar aku tak diam sendiri, namun sedang berbincang dengan sepi. Bagaimana denganmu, kekasih?!