Selasa, 05 Oktober 2010

Sajak Patah Hati

Kekasih, saat ini aku membayangkan, suatu sore kita kembali bersatu di salah satu sisi jalan untuk melepas rindu karena sudah sehari tidak bertemu.

Gerimis menggoda kita yang masih saja saling tersenyum malu-malu meski sudah tak terhitung seberapa sering kita bersekongkol mencuri-curi waktu untuk saling bercermin di dalam satu.

Lalu hujan menderas menahan kita atas perbuatan kita yang sudah bersalah mencuri waktu, anggap saja begitu. Aku selalu senang bila ditahan denganmu.

Mata kita saling bertemu, detak jantung kita berirama saling bersahutan dengan nada-nada rindu yang tak tentu. Ah, nada tak tentu yang paling indah di telingaku.

Kemudian detak jantungku mendebar, semakin kencang semakin besar, menyembunyikan maksud suara hati yang tertahan di kerongkongan dan membuatku nyaris tercekik karena nafasku kehabisan.

Lalu di tepi jalan di latar pertokoan di bawah hujan itu dengan ribuan ragu jutaan keyakinan kusampaikan dari mulutku yang bergetar pada hatimu yang mungkin akan menggelepar,

“Sudah banyak waktu terlewat, entah apakah ini sudah merupakan waktu yang tepat. Aku tak peduli kapanpun itu waktu tercepat, tapi aku yakin walau kau bukan yang terhebat tapi kau adalah wanita yang tertepat, jadi maukah kau segera menikah denganku cepat-cepat..?!”

Lalu mungkin saat itu suara hatimu yang berganti tertahan di kerongkonganmu. Karena suara hatimu lebih besar dari milikku maka kau tak sanggup mengeluarkannya selain dengan anggukan, hangat senyuman dan tangis haru yang menghanyutkan.

Maka pecah hatiku, pecah hatimu, tersenyumlah aku, tersenyumlah kamu, menangislah aku, menangislah kamu, tersenyum juga hujan saat itu, ikut menangis terharu.

Dan tak lama dari itu, sebuah haru yang lebih besar akan menyatukan kita, selamanya, tanpa terpisah oleh seorangpun manusia.


Semua itu mungkin bukan sajak cinta, kekasih. Tapi sebuah harapan yang kubayangkan saat ini. Kuharap kau mau membacanya dan kita membayangkannya bersama hingga saat itu benar-benar ada.



Itulah yang sedang kubayangkan, sebuah sajak yang tertulis rapih pada selembar kertas putih yang dibaca kekasihku sambil tersenyum-senyum bahagia, dari kekasihnya kini yang sangat dikaguminya.
Ah, kekasih. Betapa sajak cinta dapat membuatmu berbesar hati, dan aku patah hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar