Rabu, 24 November 2010

Suratmu?! Kujawab

Kepada (Mantan) Kekasihku

Masa lalu adalah goresan tajam tulisan-tulisan pada dinding-dinding otak yang selamanya akan tertulis di sana, tapi tidakkah kau lihat banyak dinding tersisa yang perlu kau tulis untuk banyak hal yang lainnya? Berhentilah berulang-ulang menulis apa yang pernah kau tulis sebelumnya.

Aku terkadang merasa senang pernah berada dalam salah satu angka umur hidupmu. Atau menyesal, entahlah. Andai kau bisa sekedar beri saja garis merah pada angka umurmu yang ada aku di situ. Atau hapus saja, entahlah. Kini aku memiliki banyak entah bila harus mengkaitkan diriku dengan dirimu. Sungguh aku tau aku tak dapat terhapuskan dari umur hidupmu itu, tapi bisakah kau beri saja garis merah pada angka umurmu yang ada aku di situ dan melanjutkan umur-umurmu tanpa ada lagi aku di dalamnya?

Tidakkah memang setiap yang datang akan juga pergi, dalam setiap angka umurmu itu tidakkah hal yang biasa akan adanya perjumpaan dan perpisahan? Bisakah kau berbuat seperti itu juga padaku? Anggap biasalah kepergianku dari hidupmu, hingga tak lagi ada di kepalamu ribuan pertanyaan akan kepergianku, hingga tak lagi ada ribuan penasaranmu akan perasaanku. Masih kau bertanya-tanya akan pergiku?

Jawablah, bila pada sebuah pohon sebuah daun terjatuh dari rantingnya; akankah kau salahkan angin yang menyibaknya? bagaimana bila ternyata rantingnya yang kurang kuat menggenggamnya? atau daun sendiri yang ingin terlepas dari ranting dan terbang sejenak bersama angin hingga akhirnya membiarkan dirinya membusuk dipeluk tanah? Bisa kau jawab, tidakkah kau senang berpikir? Mengapa tak kau pikirkan juga, adakah ranting yang hanya ditumbuhi satu daun hingga ia begitu mengharapkan sebuah daun yang sudah terjatuh dapat kembali ke tempatnya? Bisa kau jawab, tidakkah kau senang berpikir?

Kini lihatlah, angka umurmu yang pernah aku ada di dalamnya sudah terlewat. Kini kau jalani angka umur hidup baru, berapa angka lagi yang akan kau jalani dengan berharap ke dalamnya aku akan kembali? Mengertilah, kini aku sudah menempatkan diriku pada angka umur seseorang lain, yang kini ia juga berada dalam angka umur hidupku sekarang, yang tanpamu. Pernah kau berpikir mungkin aku akan berada dalam angka umur hidupnya sampai dengan angka tertingginya? Jadi bisakah kau masukkan seseorang lain menggantikanku dalam angka umur hidupmu yang baru ini, yang juga pasti dengan senang hati memasukkanmu dalam angka-angka umur hidupnya? Hingga kalian bisa membagi umur bersama, seperti juga aku.


Sungguh, aku pernah sangat mencintaimu, karenanya aku masih saja peduli akanmu walau aku tau tak ada sesuatupun yang lagi dapat kuberikan padamu. Andai aku bisa memenuhi harapanmu, andai bisa. Sungguh, andai bisa. Maaf.


Bahkan kini aku tak dapat berkata lebih banyak lagi, tiap kali aku mengingat ketidakmampuanku. Maaf. Kumohon, jalani hidupmu dengan baik. Tanpaku.

Dan hari ini, selamat berulangtahun. Aku berharap kau selalu bahagia pada setiap angka umur-umur hidupmu selanjutnya.



Dariku, yang mungkin masih sedikit mencintaimu.


*****


Teruntuk Kekasihku yang Aku Bukan (Lagi) Kekasihnya

Kekasih, andai benar aku berulangtahun pasti hari ini aku sedang bersamamu memperhatikan waktuku yang tersenyum gembira karena dilalui kita yang tersenyum bahagia di hari ulangtahunku. Kini waktuku sungguh-sungguh rindu kembali melihat senyummu. Bukankah itu yang terjadi setahun lalu?! Andai saja benar hari ini aku mengulangtahun.

Akukah pohon yang kau maksud itu, kekasih?! Pohon yang daunnya menanggalkan diri meninggalkan ranting?! Rantingkah yang kurang kuat menggenggamnya, atau anginkah yang membebasterbangkannya?! sebaiknya kau tanya daun saja, ia pasti lebih mengerti apa yang terjadi. Andai memang aku pohon itu, aku hanya ingin daun itu tetap hijau, tak peduli ia bebas bersama angin, atau terbawa terbang ke pohon lain. Namun sungguh, di sisi jalan aku pernah melihat sebuah pohon kering yang tinggal ranting-ranting keriting sedang tertawa-tawa bercanda dengan terik matahari. Pernahkah kau lihat pohon semacam itu, kekasih?! Entah pohon bodoh macam apa yang tidak mengijinkan daun lain tumbuh di rantingnya.

Lagi-lagi kau mengajakku bicara tentang angka. Bukankah kau sudah tau aku tak pernah cukup pintar untuk mengerti akan angka?! Angka umur hidupku, katamu?! Ah, bahkan angka dua yang hanya satu digit angka itu seberapapun aku tak lagi tau, apalagi aku harus mengerti lebih dari satu digit angka. Aku tak ingin cukup pintar untuk mengerti seberapa besar angka umur hidupku, seperti juga aku tak ingin menjadi cukup pintar untuk bisa berhenti mencintaimu. Entah angka umur hidupku akan bertambah seberapa banyak lagi; satu, atau dua, bertambah satu demi satu, atau sekaligus dua, aku tak peduli. Tapi semakin bertambah angka umur hidupku sepertinya semakin berkurang kesempatanku untuk dapat bertemu denganmu, aneh, bisa sampai berhubungan seperti itu.

Sungguh, kekasih, bagiku perjumpaan satu-satunya adalah kelahiran, dan perpisahan satu-satunya hanyalah kematian. Aku bersyukur pernah dilahirkan di dunia yang sama denganmu hingga juga dapat berjumpa denganmu dalam rentang hidupku, dan kau pikir kita telah berpisah?! tidak bagiku, kita hanya tidak bertemu. Tapi tenang saja, pasti suatu saat nanti kita akan berpisah, kau dapat mengucapkan selamat jalan, dan sambil tersenyum aku akan mengucapkan selamat tinggal.

Apa kau berpikir aku masih saja terus tinggal pada masa lalu?! andai bisa, tapi sebodoh apapun aku, aku tau itu tak akan pernah bisa. Kecuali nanti, saat ada yang cukup pintar membuat mesin waktu, aku akan pergi ke masa lalu. Lalu hal pertama yang akan kulakukan adalah membunuh diriku saat itu, karena aku tak mau ada seorang lain yang mencintaimu cukup persis sepertiku, dan aku hanya mau kau mencintai diriku yang kini, bukan diriku yang lalu. Namun sungguh, kupikir semua itu hanya akan menjadi sebatas khayalan.

Aku mengerti, mungkin kau hanya ingin mengatakan agar aku tetap terus berjalan saat ini, tidak terhenti karena masa lalu dan tidak juga melupakan masa depanku. Begitukah?! Kekasih, masa kini akan menjadi masa lalu di masa depan. Bisakah kau lihat, betapa masa lalu dapat mengubah masa depan?! kelahiranku menjumpakanku denganmu, sedikitpun aku tak akan sesali perjumpaan itu dan apapun yang akan terjadi padaku karenanya, hingga aku dipisahkan denganmu.

Jangan resah karena keberadaanku, jangan juga merasa bersalah atas ketidakmampuanmu. Aku tak akan mengharap padamu berlebih, bila kau memang tak lagi bisa memberi lebih.

Ah iya, sebenarnya aku berharap kau sisipkan kado hadiah ulangtahun darimu untukku dalam suratmu itu, hadiah yang pasti akan menjadi pemberian terbaik diantara seluruh hadiah yang pernah kuterima pada setiap hari ulangtahunku, berupa kabar keadaanmu. Mungkin kau lupa menyisipkannya. Maukah kau kirimkan nanti sambil membalas surat ini?! Kau sehat, bukan?!


Pada hari ini hanya satu harapan khususku untuk diriku; ulangtahunku berikutnya aku ingin berulangtahun pada tanggal 28 Juni, atau kuharap bisa, 7 Oktober, karena 24 November sudah menjadi terlalu lama. :’)



Ini dariku, kekasih, yang pasti tak pernah sedikit mencintaimu.

4 komentar:

  1. aku terbawa tiap kali baca twit ataupun tulisanmu. membuatku slalu lagi-lagi menguatkan diri untuk bisa lepas darinya. mungkin kita sama-sama ditinggalkan. mungkin terlihat galau bagi orang lain. tapi slalu saja, kau bisa membuat kisah ini terlalu manis dengan tak pernah bisa utk sedikit mencintainya, tetapi banyak. ah, damn sweet!
    dan maaf L, seperti juga aku kini, semoga ada daun baru yg tumbuh di ranting kriting pohonmu. :)

    BalasHapus
  2. pohon, ranting, angin ..
    mereka bekerja sama di dalam suatu siklus kehidupan..
    Akh, apa ini? lebih baik aku bergegas, angka-angka menanti di depan sana ..

    BalasHapus
  3. aku mencintainya hingga kini aku telah menemukan daun baru sekalipun..
    aku hanya berharap suatu saat nanti aku jumpa lagi dengannya, ya suatu saat nanti ketika musim telah berganti berjalan terus menerus..
    aku tak meninggalkannya, begitu juga dia,,tapi kami berusaha untuk saling melepaskan..
    thanks L untuk insprasinya..:')

    BalasHapus