Jumat, 10 Desember 2010

10 Desember 2010

Kekasihku yang aku ingin selalu tau diriku sendiri bersamanya,


Kini aku membayangkan selembar plastik ringan tak berisi yang bergerak karena ada angin yang cukup kuat menggerakkannya.

Kulihat plastik itu terdiam di sisi jalan, bergerak-gerak bersiap terbang namun seakan enggan. Menunggu angin yang cukup kuat, mungkin. Kemudian tak lama sebuah mobil melaluinya melaju kencang, angin kuat datang, plastik itu terbang. Ia terbawa angin ke atas sebuah mobil. Arah yang berlawanan mobil lain melaju lantang, angin kencang lain membawanya melayang. Ia dibawa hinggap di atap sebuah rumah.

Lama ia terdiam di sana, lalu angin yang entah dari mana tiba-tiba menghempasnya cukup tinggi. Di atas sana ia melayang diterbangkan angin jauh ke utara, lalu ke barat, lalu ke timur, lalu ke selatan -- angin demi angin, arah demi arah, ingin demi ingin, kalah demi kalah. Melayang-layang plastik itu merasa punya arah, arah yang angin, kalah yang ingin. Lalu angin kembali mendaratkannya ke sisi jalan yang lain. Terhenti perjalanan plastik, menunggu angin lain mengajaknya terbang ke tempat yang entah apa memang ia ingin.
Tak taukah plastik akan ingin, atau ia memang cukup senang terbawa angin?!



Hal yang menyenangkan menjadi seseorang yang tak ikut basah saat ikut terhujani bersama mereka yang lainnya, tak ikut tenggelam saat ikut terhempas arus lautan bersama yang lainnya.

Aku sering bertanya pada ia yang berada dalam cermin tepat di hadapanku,
“Sudahkah kau temukan jiwamu berjalan pada jalanmu?!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar