Minggu, 19 Desember 2010

19 Desember 2010

Kekasihku yang suatu saat aku ingin menonton pertandingan bola (walau aku tak pernah suka) dengannya,


Aku membayangkan memiliki sebuah mobil baru yang biasa saja. Kugunakan mobil itu dalam sebuah perjalanan panjang menuju suatu tempat, yang pasti nantinya di tempat itu aku akan merayakan ketibaanku dengan tertawa-tawa, makan dan minum sesukanya penuh kegembiraan dan kebanggaan.

Maka mulai berjalanlah mobil itu dengan aku di dalamnya dari tempat pemberangkatanku. Pada awal pemberangkatan mobil itu berjalan baik sekali, semua bagian pada mobil itu bekerja sesuai fungsinya dengan sangat sempurna, seakan semua bagiannya adalah pilihan-pilihan terbaik yang tanpa cacat. Pada jalanan berlubang dan tak rata, aku yang duduk di dalamnya tak merasakannya. Pada tanjakan yang menyesakkan, aku yang di dalamnya dibawa bagai kapas yang ringan. Pada turunan yang mengkhawatirkan, aku yang di dalamnya nyaman tanpa takut digelincirkan.

Pada pemberhentian pertama, sebut saja sejenak beristirahat, aku bertemu banyak pemilik mobil lain dan membicarakan dengan bangga mobil yang kugunakan. Kuceritakan tentang ban mobil yang, sungguh, anti selip. Kuceritakan tenaga mesin mobil yang, wah, sangat kuat. Kuceritakan juga beberapa bagian lainnya yang akan membuatku bangga sebagai pemiliknya. Maka pada perjalanan pertama kesan yang diberikan mobil itu membuatku mulai lebih mencintainya dan yakin akan sampai dengan mudah pada tujuan.

Perjalanan dilanjutkan, jalanan yang dilalui lebih rusak dari sebelumnya, tanjakan yang menantang lebih tajam dari sebelumnya, turunan yang mengancam lebih curam dan licin dari sebelumnya. Namun mobil itu masih saja dapat membawaku dengan, walau agak kesulitan, tetap kuanggap sebagai perjalanan yang membanggakan. Kembali aku membicarakan mobilku pada pemberhentian berikutnya dengan lebih semarak pada pemilik mobil lainnya, aku semakin bangga dan semakin mencintai mobilku karena ia bekerja cukup sesuai dengan keinginanku. Maka aku yakinkan, mobil ini pantas kubanggakan dan dapat membawaku sampai pada tujuan.


Baiklah, itu hanya bayanganku bila memang kondisi mobilku seperti itu.

Kini kubayangkan, pada awal keberangkatan mobil itu sudah mengalami beberapa masalah. Di perjalanan, ban mobil itu bocor, aku harus berhenti dan menggantinya. Lalu mobil itu mogok pada sebuah tanjakan, aku harus turun dan mendorongnya. Mobil itupun membuatku harus menjalankannya dengan sangat berhati-hati menuruni turunan yang cukup curam. Mobil itu akhirnya membawaku pada pemberhentian pertama walau membutuhkan waktu cukup lama. Maka kupikir, entah apa aku akan membicarakan mobilku seperti caraku membicarakannya pada kondisi sebelumnya. Entah apa aku perlu membanggakan mobilku seperti pada kondisi sebelumnya. Apa aku harus juga seyakin pada kondisi sebelumnya bahwa mobil itu akan membawaku dengan mudah (atau susah) pada tujuan?!

Atau mungkin lebih baik kutinggalkan saja mobil itu pada pemberhentian pertama, dan menumpang pada mobil lain yang kondisinya terlihat cukup meyakinkan untuk membawaku sampai pada tujuan?!


Bukankah jauh lebih mudah mencintai dan mendukung sesuatu yang kondisinya (memang) sesuai dengan apa yang dimau?! Namun bagaimanapun keras suatu usaha, Tuhan tidak menjalankan semua hal menurut apa yang manusia inginkan, bukan?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar